270 Kilometer
Menulis adalah salah satu caraku mengabadikan momment.
Dengan tujuan, ketika rambut ku memutih aku dapat membaca dan mengenangnya kembali.
Menulis juga salah satu caraku untuk berkarya.
Dan inilah ceritaku dengan nya.
Mungkin ia berspekulasi, Aku datang diwaktu yang tepat.
Tapi kehadiranku hanyalah persinggahan sesaat
Tapi kehadiranku hanyalah persinggahan sesaat
Ia pria taurus gemar kafein, sebagaimana diriku menyukainya. Intonasinya yang terbata bata, membuatku selalu tersenyum kecil mendengarnya. Bahkan lemak pun lengket ditubuhnya, sangat nyaman untuk ku dekap, semua yang ada pada dirinya bagaikan zat adiktif untuk diriku
Malam itu malam terindah ku selama 5hari di Jogja
Dari ketinggian puncak bintang dan langit yang terbentang
Kita menatapi hiruk pikuk Jogja dengan duduk diantara sisi jalan dan jurang
Tak lupa jagung bakar yang menyelip di sela gigi nya.
Dari ketinggian puncak bintang dan langit yang terbentang
Kita menatapi hiruk pikuk Jogja dengan duduk diantara sisi jalan dan jurang
Tak lupa jagung bakar yang menyelip di sela gigi nya.
Semesta yang sedang dingin seketika hangat akan obrolan kita.
Membuat perasaan ini bermetamorfosa.
Hingga aku lupa bilang bahwa, sayang telah lahir saat itu.
Hingga aku lupa bilang bahwa, sayang telah lahir saat itu.
Ingin rasanya menghentikan waktu, mungkin kata tersebut sudah tak asing diucapkan oleh orang yang sedang berada di zona nyaman
ya begitulah malam itu, nyaman.
Tapi aku harus bergegas pulang karna kos temanku ditutup pukul 11. Dengan bermodal GPS, kita pun menyusuri jalan yang lurus nan kosong, dimana pengemudi hanyalah kita. Untuk pertama dan terakhir,
Aku mendekapnya dengan hangat.
Aku mendekapnya dengan hangat.
Aku suka cara ia menyanyikan sebuah lantunan lagu, walau terdengar samar karena angin yang kencang.
Aku juga suka cara Ia menatapku melalui kaca spion.
Dan aku suka cara ia menggemgam tanganku, karna seakan aku miliknya.
Esok pun tiba, kereta kencan membuat jarak sejauh 270km diantara kita, menjadi penghalang kita untuk berjumpa yang berakhir nestapa, disinilah rindu lahir.
Tapi realita datang menyadarkanku,
Berkata kau masih tenggelam dalam kenanganmu,
Hingga kau pun meragu,
Disitulah aku sadar bahwa aku bukanlah rumahmu.
Selama ini aku hanya pemeran penggantinya untukmu yang singgah di Bandung.
Berkata kau masih tenggelam dalam kenanganmu,
Hingga kau pun meragu,
Disitulah aku sadar bahwa aku bukanlah rumahmu.
Selama ini aku hanya pemeran penggantinya untukmu yang singgah di Bandung.
Aku pun tercekik oleh kerinduan ini, bayangmu selalu mendistraksiku, repetisi akan lara, hingga akhirnya terbentuklah dimensi baru, dimensi tanpa kehadiranmu.
Komentar
Posting Komentar